Lia menggaruk alisnya, berpikir keras mengapa ibunya tiba-tiba saja bertanya tentang zakat profesi. Sebuah pesan masuk ke aplikasi chat di ponsel Lia.
“Kamu sudah bayar zakat profesi, Nak?” tanya ibunya.
“Belum Bu, memangnya wajib bayar ya?” jawab Lia.
“Sekarang pendapatanmu sudah naik kan?” tanya ibunya lagi.
“Iya Bu, alhamdulillah sudah mencapai 15 juta per bulan.”
“Alhamdulillah, itu sudah melampaui nisab zakat profesi per bulannya, Nak. Segera bayarkan zakatmu ya, supaya hartamu bersih.”
Lia terdiam, membaca pesan dari ibunya. Kemudian, dia keluar dari aplikasi chat. Lia membuka aplikasi e-commerce, di mana kemarin dia telah memasukkan baju model terbaru ke dalam keranjang belanja. Hari ini, Lia baru saja menerima gaji, dan ia sangat menginginkan fashion elegan terbaru yang harganya hanya 1,5 juta rupiah.
Meskipun bekerja dari rumah, sebagai seorang brand manager berusia 28 tahun, Lia selalu ingin terlihat modis saat melakukan pertemuan online. Dia yakin bahwa penampilan yang rapi dan modis tetap penting, meskipun tidak perlu pergi ke kantor. Kehidupan selama pandemi membuatnya merasa bosan, dan berbelanja fashion telah menjadi penyegar rutinitasnya.
Saat hendak melakukan pembayaran, Lia teringat kembali pesan ibunya tentang membayar zakat profesi. Ah, apa itu zakat profesi? Bukankah cukup membayar zakat fitrah setiap bulan Ramadan?
Akhirnya, Lia membatalkan pembelian baju dan membuka mesin pencari internet di ponselnya untuk mencari informasi tentang zakat penghasilan.
Inilah yang Lia temukan tentang Zakat Profesi:
Pengertian Zakat Profesi
Zakat profesi adalah bagian dari harta yang harus dikeluarkan oleh seorang Muslim dari pendapatan yang diperolehnya melalui pekerjaannya, jika jumlah harta tersebut telah mencapai nisab yang ditentukan. Zakat ini berfungsi untuk membersihkan harta yang diperoleh dari pekerjaan yang sah. Zakat profesi membantu membersihkan nilai harta kita, sehingga dapat digunakan dengan lebih berkah. Selain itu, zakat profesi juga memberikan manfaat kepada golongan yang berhak menerimanya. Namun, zakat profesi tidak berlaku bagi pekerjaan yang melibatkan praktik-praktik yang haram, seperti penipuan, pencurian, korupsi, dan lain sebagainya.
Pendapat Ulama tentang Zakat Penghasilan
Zakat profesi sebenarnya tidak diatur pada zaman Nabi Muhammad SAW. Ini telah menimbulkan perdebatan di kalangan ulama tentang apakah zakat profesi wajib atau tidak. Beberapa ulama modern, seperti Dr. Yusuf Qaradhawi, Dr. Zain Annajah, dan Dr. K.H. Didin Hafidhuddin, sepakat bahwa zakat penghasilan adalah kewajiban.
Syarat Orang yang Wajib Membayar Zakat Profesi
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar seseorang wajib membayar zakat profesi. Syarat-syarat ini meliputi keislaman, kebebasan (tidak dalam perbudakan), akal sehat, telah baligh, penghasilan dari profesi telah mencapai nisab, dan telah mencapai waktu haul.
Dalam zakat profesi, terdapat dua jenis nisab yang dapat dihitung oleh individu. Nisab per bulan dan nisab per tahun. Cara menghitung zakat yang benar dapat ditemukan di sini.
Cara Menghitung Zakat Profesi
Cara menghitung zakat profesi bergantung pada nisabnya. Nisab per bulan dilihat sebagai nisab zakat pertanian, yang harus dibayarkan setiap kali panen. Dalam hal ini, penghasilan bulanan seseorang harus setara dengan harga 653 kg gabah, dan zakat yang harus dibayarkan adalah 2,5% dari total penghasilan bulanan.
Nisab per tahun, sebaliknya, dihitung seperti zakat mal yang harus dibayarkan setiap kali mencapai haul. Jika penghasilan tahunan mencapai harga 85 kg emas, maka seorang Muslim wajib membayar zakat profesi sebesar 2,5% dari total pendapatan tahunan.
Cara Membayar Zakat Profesi
Ada tiga cara untuk membayar zakat profesi. Pertama, dengan menyalurkannya langsung ke masjid terdekat. Kedua, dengan memberikan sejumlah dana kepada orang-orang yang memenuhi syarat untuk menerima zakat. Ketiga, dengan membayarnya secara online kepada lembaga pengelola dana zakat yang akan mengelola dana tersebut untuk program-program yang bermanfaat bagi mustahik.
Dalam situasi pandemi seperti sekarang, lebih baik meminimalkan interaksi dengan orang lain, termasuk saat membayar zakat. Oleh karena itu, membayar zakat secara online ke lembaga yang terpercaya bisa menjadi alternatif yang mudah.
Lia memutuskan untuk tidak jadi membeli baju baru dan membayar zakat profesi sebagai prioritas. Setelah membaca tentang program-program bantuan untuk mustahik, dia merasa lebih bersyukur atas kehidupannya.
Mengambil ponselnya, Lia melakukan transfer sejumlah uang untuk membayar zakat profesi. Kemudian, dia menelepon ibunya.
“Halo, Assalamu’alaikum?” kata suara di seberang telepon.
“Wa’alaikumsalam, Bu,” balas Lia.
“Ada apa, Nak?”
“Lia sudah membayar zakat profesi, Bu.”
“Alhamdulillah. Semoga Allah selalu melindungi dan memberkahi kamu, Nak. Dan semoga kamu mendapatkan pahala jariyah.”
“Aamiin. Bu, untuk bulan Ramadan ini, mau dikirimkan makanan apa?”
Lia berbincang dengan ibunya melalui telepon. Dia menyadari bahwa ada hal-hal yang lebih berharga daripada tampil modis, seperti menjaga hubungan baik dengan ibunya dan membantu sesama melalui zakat.
Jadi, apakah Sahabat sudah memb
ayar zakat profesi?